Selasa, 26 Mei 2015

Analisis UU No 24 tahun 2009 tentang mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan



Analisis UU No. 24 tahun 2009
UU No 24 Tahun 2009 adalah Undang-undang yang mengatur tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9 Juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuan pidananya. Setidaknya ada tiga hal tujuan dari dibentuknya UU No 24 Tahun 2009 ini adalah untuk :
1.      memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2.      menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3.      menciptakan ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Pengaturan mengenai bahasa Indonesia dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 mengenai  Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan masih terus menyisakan tanda tanya besar dalam benak para praktisi hukum dan kalangan dunia usaha termasuk investor asing. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut adalah bahwa bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaaan merupakan sarana pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. 
Selama ini pro dan kontra menyeruak terutama terkait dengan ketentuan yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia.Penggunaan bahasa Indonesia dalam Undang-Undang ini bersinggungan dengan penyusunan kontrak.Dalam kehidupan sehari-hari penyusunan kontrak banyak ditangani praktisi hukum.Keterkaitan ini menimbulkan implikasi besar terhadap perkembangan dunia kontrak di Indonesia.
Pasal yang mengatur tentang nota kesepahaman atau perjanjian yaitu pasal 31, Ketentuan Pasal 31 UU tersebut menyebutkan bahwa :
Ayat (1):
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga Negara, instansi pemerintahan Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia”.
Ayat (2):
Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris”.
Pasal tersebut secara tegas mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian dan bila perjanjian tersebut melibatkan pihak asing maka perjanjian tersebut juga ditulis dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
UU No. 24/2009 memang tidak menyebutkan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian. Akan tetapi, banyak kekhawatiran muncul terutama terkait dengan ancaman pembatalan terhadap kontrak-kontrak yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia yang melibatkan pihak asing dan menggunakan hukum Indonesia sebagai pilihan hukumnya pada saat UU No. 24/2009 ini berlaku.
Sebenarnya bila kita membaca secara seksama bunyi ketentuan pasal tersebut, secara tersirat, menyebutkan bahwa terhadap perjanjian yang melibatkan pihak asing, pembentuk undang-undang memberikan kedudukan yang equal terhadap kewajiban penggunaan bahasa.Bukan hanya mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia, tetapi juga bisa ditulis dalam bahasa nasional pihak asing dan/atau bahasa Inggris. Akan tetapi jika kita amati lebih lanjut, pihak pembuat Undang-Undang menggunakan frasa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam perjanjian sehingga harus diinterpretasikan lebih luas dari frasa ditulis juga sehingga kata wajib digunakan harus diartikan bukan hanya ditulis tetapi juga ditafsirkan sehingga jelas bahwa tidak dapat dilakukan pemilihan bahasa mana yang berlaku selain bahasa Indonesia.
Namun ada kelebihan dari pasal tersebut yaitu bahwa dengan adanya pasal 31 yang mengatur tentang penggunaan bahasa indonesia dalam pembuatan nota kesepahaman bermaksud untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia yang kedudukannya sebagai bahasa paling tinggi di Negara Ini.
Solusi untuk persoalan mengenai isi pasal 31 tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam pembuatan nota kesepahaman ini yaitu perjanjian yang telah dilakukan sebelum UU ini dikeluarkan dibiarkan tetap seperti aslinya, tidak perlu diubah menjadi bahasa Indonesia semua. Namun perjanjian yang dilakukan setelah UU ini dikeluarkan maka perjanjian wajib menggunakan bahasa Indonesia, dan jika perjanjian tersebut dilakukan dengan pihak asing/warga Negara asing maka perjanjian tersebut dibuat dengan menggunakan 2 bahasa, yakni bahasa Indonesia serta bahasa warga Negara yang bersangkutan.

1 komentar: